[Bahkan Para Nabi Pun Tidak Memiliki Hak Untuk Memberikan Hidayah]
Renungkanlah apa yang dilakukan oleh ayah [Azar, ayah Ibrahim ‘alahissalam] tersebut, dan badingkanlah antara dia dengan Ismail bin Ibrahim ‘alahimassalam. Nabi Ismail ‘alahissalam adalah seorang anak yang selalu menepati janjinya, ayahnya berkata kepadanya,
يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى
“…Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatamu…” [QS. Ash-Shaffat: 102]
Maha Suci Allah, Rabb yang memberikan petunjuk. Maha Suci Allah yang menurunkan ketenangan ke dalam hati hamba-Nya.
Nabi Islamil ‘alaihissalam berakata,
يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Waha ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan [Allah] kepadamu, in syaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” [QS. Ash-Shaffat: 102]
Maha Suci Allah, dia sama sekali tidak akan bersabar kecuali dengan kehendak Allah ﷻ. Maha Suci Allah yang berkata,
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ
“Mengeluarkan yang hidup dari yang mati da mengeluarkan yang mati dari yang hidup…” [QS. Ar-Ruum: 19]
Di antara pendapat ulama tafsir sehubungan dengan ayat ini adalah bahwa Allah ﷻ mengeluarkan seorang kafir dari tulang rusuk orang yang beriman dan mengeluarkan orang yang beriman dari tulang rusuk orang yang kafir.
Maha Suci Allah yang telah mengeluarkan imam agama tauhid, yaitu Ibrahim ‘alaihissalam dari tulang rusuk seorang kafir. Hanya milik Allah-lah segala penciptakaan dan urusan, dan hanya kepada Allah-segala urusan dikembalikan.
وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنتَهَى
“Dan sesungguhnya kepada Rabb-mulah kesudahannya [segala sesuatu].” [QS. An-Najm: 42]
Karena itu, apa pun –wahai para ibu dan ayah!- yang anda lakukan, maka anda sama sekali tidak dapat memberikan hidayah sedikitpun kepada anak-anak anda. Yang anda lakukan hanyalah sebab, sebuah jalan yang ditempuh, dan sebuah usaha yang dilakukan. Sama saja, walaupun pelakunya adalah seorang Nabi atau Rasul, walaupun seorang raja atau seorang pemimpin yang besar. Bacalah firman Allah ‘Azza Wajalla yang mengisahkan Ibrahim dan Ishaq ‘alahimassalam, Allah ‘Azza Wajalla berfirman,
وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ
“Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada pula yang zhalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.” [QS. Ash-Shaffat: 113]
Kemudian perhatikanlah dengan baik. Renungkanlah dengan akal dan hatimu kisah Nabi Yusuf ‘alahissalam yang memiliki wajah bercahaya, indah, dan sangat tampan. Bahkan dia adalah manusia yang paling tampan. Dia telah dikarunia setengah ketampanan dari seluruh ketampanan manusia. Seagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Dahulu dia adalah seorang anak yang dibuang ke dasar sumur kemudian dipungut oleh beberapa orang musafir, dia dijual di sebuah pasar tempat menjual hamba sahaya, lalu dibawa ke sebuah istana raja tempaat sebuah fitnah akan menimpanya nanti, yaitu fitnah seorang wanita penguasa yang menggodanya untuk mengikuti keinginan syahwatnya. Akan tetapi dia menolaknya dan menampik yang menyebabkan dirinya dijebloskan ke dalam penjara untuk beberapa tahun. Di penjara dia bersama orang-orang yang suka meminum khamar, para pencuri, dan para penjahat, karena demikianlah biasanya sebuah penjara.
Nabi Yusuf ‘alahissalam dilemparkan ke tempat seperti itu, akan tetapi siapakah yang telah melindungi beliau?
Coba perhatikanlah, siapa yang telah melindungi beliau dari keburukan orang-orang yang selalu berbuat jahat kepadanya? Dan siapa yang menyelamatkan beliau dari tipu daya orang-orang yang selalu berbuat makar?
Siapakah yang menghiasi beliau dengan ilmu dan kesabaran, ditambah dengan ketampanan dan kegantengan? Padahal ia seorang diri, tidak ada ayah, ibu, ataupun saudara, tidak juga paman, karib kerabata, ataupun kakek. Maka siapakah yang telah mengajari beliau? Dan siapakah yang telah mensucikan diri beliau? Siapakah yang telah membina beliau dan siapakah yang telah menjaga beliau? Sesunggunya Dia-lah Allah yang telah melakukan semua itu, Dia-lah Allah Rabbul ‘Alamin.
فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di antara pra penyanyang.” [QS. Yusuf: 64]
Inilah Nabi Musa ‘alahissalam ketika maish kecil seorang anak yang masih menyusu, ia terpisah dengan ibunya yang sangat menyanyanginya sejak kecil, dialah ibu yang sangat mulia lagi penyayang yang telah memasukkannya ke dalam sebuah peti, lalu dilemparkan ke sebuah sungau bersama peti tersebut.
Kemudian dia diambil [ditemukan] oelh keluarga yang zhalim yang selalu memnumbuhkan permusuhan dan menebarkan pembunuhan dan pelanggaran, dia diambil oleh keluarga Fir’aun. Sangat mengejutkan dan merupakan sebuah musibah. Akan tetapi siapakah yang telah mengembalikan anak itu kepada ibunya sehingga dia merasa senang dan tidak bersedih hati?
Siapakah yang telah melindunginya dari kejelekan dan segala macam bahaya di dalam rumah yang penuh dengan kezhaliman dan kejahatan?
Siapakah yang telah menjaganya sehingga tidak terpengaruh oelh kebiasaan menumpahkan darah, membiarkan para wanita hidup, membunuh anak laki-laki?
Sesungguhnya yang telah menjaganya, melindunginya dan memeliharanya adalah Allah ‘Azza Wajalla, segala puji hanya bagi Allah.
Ada seorang anak, kedua orang tuanya adalah orang yang beriman, tetapi anak itu telah ditetapkan untuk menjadi seorang anak yang kafir sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Apa yang dapat mereka perbuat terhadap anak yang telah ditetapkan sebagai orang kafir?
Khidir pun membunuhnya, dan Nabi Musa ‘alaihissalam mengingkarinya, akan tetapi Khidir menegur Nabi Musa ‘alaihissalam, dan menjelaskan hikmah Allah yang terkandung di dalamnya.
فَانطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَّقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُّكْرًا. قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
“Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, Maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena Dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar. Khidhr berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?” [QS. Al-Kahfi: 74-75]
Sampai dengan perkataan Khidir,
وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا. فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
“Dan Adapun anak muda itu, Maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” [QS. Al-Kahfi: 80-81]
Dan tidak usah jauh-jauh, Nabi kita dan habib kita semua, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, pemimpin manusia, beliau dilahirkan dalam keadaan yatim, ditinggal bapak dan ibunya sejak kecil dan tumbuh di dalam keladaan fakir. Maka siapakah yang telah menjaga beliau? Siapakah yang telah menanamkan keimanan di dalam hati beliau? Siapakah yang telah mewahyukan al-Quran ke dalama hati beliau? Dia-lah Allah Yang Mahakuasa, Dia-lah yang telah melakukannya, maka milik-Nyalah segala nikmat, karunia dan segala pujian yang baik.
~~~
Batam, 26 Juamdal Ula 1442/10 Januari 2021
oleh : Ustadz Mahmudi A. Dahlan, S.Thl – Kepala Sekolah SMP & SMA AIS
Ref: Fiqh Tarbiyah Al Abna’, Syaikh Musthafa Al ‘Adawi